ULUMUL HADIST PERTEMUAN KEDUA
Pertemuan 2
1. Makna Hadis, Beberapa definisi dalam ilmu mushthalah hadits, Kedudukan Hadis terhadap Alquran, Tahammu wa al-ada’dan Lambang Periwayatan
Bagian Pertama
Hadis
Pengertian Hadis
Beberapa definisi dalam ilmu mushthalah hadits
Mushthalahul Hadits adalah : ilmu tentang dasar dan kaidah untuk
mengetahui keadaan seorang perawi dan yang diriwayatkannya dari segi diterima
dan ditolaknya suatu matan hadis
Objeknya adalah sanad dan matan dari segi diterima dan ditolaknya.
Faidahnya
Membedakan antara hadits-hadits yang shahih dengan hadits-hadits yang sakit
(cacat).
Al Hadits ialah:
Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam baik berupa perkataan atau perbuatan atau taqrir
Al Khabar ialah
Pengertiannya sama dengan Al Hadits, dengan demikian ia didefinisikan sama
seperti al Hadits. ada juga yang berpendapat Al Khabar sebagai berikut :
Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang
selainnya. Dengan demikian pengertiannya lebih umum dan luas.
Al Atsar, ialah
Suatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’in (generasi setelah sahabat).
Terkadang Al Atsar dimaksudkan dengan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits) apabila dalam satu kalimat ia disertakan
kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti perkataan : Dan dalam Atsar
dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits Nabi).
Dalil atsar sama dengan hadis sebagai berikut:
Hadits Qudsi ialah:
Hadits yang diriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Rabbnya (Allah
Subhaanahu wa Ta’ala).
Hadits Qudsi dinamakan juga Hadits Rabbani dan Hadits Ilaahi
Kedudukan Hadits Qudsi diantara Al Qur’an dan Hadits Nabawi, tidaklah sama
karena Al Qur’an disandarkan kepada Allah Ta’ala baik lafadz dan maknanya. Sedangkan
Hadits Nabawi disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam baik lafadz
dan ma’nanya dan Al Hadits Al Qudsi disandarkan kepada Allah Ta’ala secara
ma’na tidak secara lafadznya dan karena itu tidak bernilai ibadah didalam
membaca lafadznya dan tidak boleh dibaca didalam sholat, dan tidak dinukil
secara mutawattir (keseluruhannya) sebagaimana penukilan Al Qur’an, akan tetapi
sebagiannya ada yang shahih, dhaif, dan maudhu.
Penjelasan
1. Pernyataan di atas bahwa hadis Nabawi tidak berpahala membacanya, penulis tidak sepakat dengan alas an dimana bacaan solat banyak hadis Nabawi. Seperti bacaan takbir, ruku, I’tidal, sujud, duduk anata dua sujud, tasyahud awal ,akhir dan salam.
2. Hadis Nabawi dan Qudsi pada hakikatnya semua dari Alloh, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Dalilnya suroh annajam ayat 1-4
وَٱلنَّجۡمِ إِذَا هَوَىٰ ١ مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمۡ وَمَا غَوَىٰ ٢ وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ ٤
1. Demi bintang ketika terbenam
2. kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru
3. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran/hadis) menurut kemauan hawa nafsunya
4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)
3. Selanjutnya Nabi Muhammad yang menentukan mana hadis Nabawi dan Qudsi
4. Semua hadis berpahala membacanya, karena hadis adalah penjelas terhadap Alquran dalilnya:
رَبَّنَا وَٱبۡعَثۡ فِيهِمۡ رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ وَيُزَكِّيهِمۡۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ ١٢٩
129. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana[1]
5. Semua ayat yang ada kata hikmah artinya adalah as-sunnah atau hadis silakan mengecek kebenarnnya
Sanad adalah : suatu jalan yang menyampaikan kepada matan atau suatu
perantara yang menyampaikan kepada rawi Hadist. Atau dengan kata lain orang
yang menyampaikan matan hadis dari Gurunya untuk disampaikan kepada muridnya
secara berantai
Matan adalah : Suatu yang akan disampaikan seorang kepada sanad lainnya
berupa ucapan atau disebut juga redaksi hadist atau isi hadist
Al-Musnad : secara bahasa berarti yang disandarkan kepadanya. Sedangkan
Al-Musnad menurut istilah ilmu hadits mempunyai beberapa arti :
- Setiap buku yang berisi kumpulan riwayat setiap shahabat secara tersendiri.
- Hadits yang sanadnya bersambung dari awal sampai akhir.
- Yang dimaksud dengan Al-Musnad adalah sanad, maka dengan makna ini menjadi mashdar yang diawali dengan huruf mim (mashdar miimi).
Al-Musnid : orang yang meriwayatkan hadits dengan
sanadnya, baik dia mempunyai pengetahuan terhadap hadits atau hanya sekedar
meriwayatkan saja.
Al-Muhaddits adalah orang yang berkecimpung dengan ilmu hadits baik
secara periwayatan maupun dirayah, menelaah berbagai riwayat serta keadaan para
perawinya.
Al-Hafidh Menurut kebanyakan ahli hadits sepadan dengan Al-Muhaddits.
Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa Al-Hafidh derajatnya lebih tinggi
dari Al-Muhaddits karena yang dia ketahui pada setiap thabaqah
(tingkatan/kedudukan) lebih banyak daripada yang tidak dia ketahui.
Al Hujjah : Orang yang hapal tiga ratus ribu hadist beserta sanadnya.
Al-Hakim menurut sebagian ulama adalah orang yang menguasai semua hadits
kecuali sebagian kecil yang tidak dia ketahui.
Ashhab As-Sunan : Para ulama penyusun kitab-kitab "Sunan"
yaitu: Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa`i, dan Ibnu Majah
Pembagian Hadits Menurut Jalan Periwayatannya
Yang Sampai Kepada Kita
Pertama: Hadits Mutawatir
Al Mutawatir ialah:
Hadits yang diriwayatkan oleh sekumpulan orang yang mustahil mereka sepakat
berdusta menurut adat dan mereka menyandarkannya kepada sesuatu yang nyata.
Pembagian
Al Mutawatir terbagi dua:
1. Mutawatir lafadz dan makna.
2. Mutawatir makna
Mutawatir lafadz dan makna ialah hadits yang diriwayatkan oleh para
rawi yang sama, baik lafadz atau maknanya.
Mutawatir makna ialah hadits yang telah diriwayatkan oleh para
perawi yang sama secara makna saja dan tiap-tiap hadits mempunyai makna khusus.
Faidah
Faidah hadits mutawatir terbagi dua yaitu:
1. Ilmu artinya sudah dipastikan benar penasabannya kepada orang yang
menukil darinya.
2. ‘Amal artinya mengamalkan dari apa-apa yang terdapat di dalamnya
dengan membenarkan apabila ia berbentuk khabar (berita) dan merealisasikan
apabila ia berbentuk tuntunan.
Kedua: Hadits Ahad
Hadits Ahad ialah lawan dari hadits mutawatir. Yaitu hadits yang sanadnya tidak
mencapai derajat mutawatir.
Hadits Ahad terbagi 3 menurut jalan periwayatannya:
1. Hadits Masyhur : Hadits yang memiliki jalan-jalan periwayatan yang
terbatas, tiga (lebih dari dua jalan) setiap tobaqot atau tingkatan perowi
mulai dari tingkat sahabat sampai kepada perowi, dan tidak mencapai derajat
mutawatir.
2. Hadits Aziz : hadits yang diriwayatkan hanya oleh dua orang perawi
saja, setiap tobaqot atau tingkatan perowi mulai dari tingkat sahabat sampai
kepada perowi.
3. Hadits Gharib : Hadits yang diriwayatkan sendirian oleh se-orang rawi
dalam salah satu periode rangkaian sanadnya, setiap tobaqot atau tingkatan
perowi mulai dari tingkat sahabat sampai kepada perowi
PEMBAGIAN KHABAR DITINJAU KEPADA ORANG YANG DISANDARKAN.
Khabar (hadits)terbagi 3 bila ditinjau kepada orang yang disandarkan :
Marfu ialah: Hadits yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, terbagi menjadi 2: Marfu sharih dan Marfu hukum.
Marfu sharih ialah: Hadits yang disandarkan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam secara langsung baik perkataan atau perbuatan atau taqrir
Contoh perkataan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Barangsiapa yang berbuat amalan yang tidak ada dasar perintahnya dari kami
maka ia tertolak”.
Contoh perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa apabila masuk rumahnya ia mulai
dengan bersiwak (gosok gigi)”.
Contoh penetapan (taqrir) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Taqrir beliau terhadap jawaban seorang budak perempuan ketika beliau bertanya
dimana Allah? dia menjawab: Di langit. Lalu Rasulallah mentaqrirkan terhadap
yang demikian. Dan yang termasuk ini juga seluruh perkataan atau perbuatan
sahabat yang Rasulallah ketahui tapi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diam
terhadapnya (tidak mengingkari) maka hukumnya marfu sharih dan termasuk taqrir.
Contoh sifat akhlaknya.
Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam orang yang paling dermawan di antara
manusia dan yang paling berani di antara manusia. Apa-apa yang beliau diminta
beliau tidak pernah katakan jangan/tidak boleh dan beliau selalu berseri-seri,
lembut perawakannya luwes dalam perkara jika ada dua pilihan melainkan beliau
memiliki yang paling mudah kecuali kalau dosa maka beliaulah orang yang paling
menjauhinya dibandingyang lain.
Komentar penulis terhadap akhlak
Nabi di atas, merupakan contoh hadis perkataan atau qouliyah
Contoh sifat dirinya:
Bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang tidak tinggi
dan tidak pendek (sedang) rambutnya sepundak, lebat menutupi dua telinganya,
janggutnya rapih dan sedikit beruban.
Komentar penulis dari contoh sifat Nabi yang dijelaskan ini jelas tidak bisa
dicontoh seluruh umat, dan tidak bisa dicontoh semuanya seperti uban sedikit,
rambut sepundak, tinggi rendahnya postur tubuh. Oleh karena itu sifat diri
Rosyl bukan termasuk hadis
Marfu hukum ialah: Sesuatu yang dihukumi marfu kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Di antaranya adalah:
- Perkataan shahabat apabila
tidak bersumber dari pendapatnya (ra’yu) dan bukan tafsiran dan tidak
dikenal sebagai orang yang mengambil cerita isra’iliyat.
Contoh : Perkatan shahabat seperti khabar tentang tanda-tanda kiamat atau keadaan hari kiamat atau hari pembalasan(ini namanya marfu’ hukum).
Jika bersumber dari pendapatnya (ra’yu) maka dinamakan mauquf. Dan jika berbentuk tafsir maka hukumnya sama dan tafsirnya dinamakan tafsir mauquf. Dan jika orangnya terkenal dengan seorang yang mengambil cerita isra’iliyat maka hukumnya tarraddud (saling bertolak belakang) antara khabar isra’iliyat atau hadits marfu’, maka tidak boleh diyakini sebagai hadits karena masih diragukan. Seperti Abadalah (orang yang namanya berawalan Abdul) seperti Abdullah bin Umar bin Khattab dan Abdullah bin Amru bin Al Ash, mereka adalah orang yang mengambil cerita-cerita isra’iliyat dari Ka’ab dan lainnya. - Perbuatan shahabat apabila tidak bersumber dari pendapatnya, seperti shalat khusuf yang dilakukan Ali dengan ruku’ melebihi dari dua dalam satu raka’at.
- Sahabat menyandarkan sesuatu kepada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak disebutkan bahwasanya ia tahu hal itu seperti perkataan Asma’ binti Abu Bakar:
“Kami pernah menyembelih seekor kuda pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah lalu kami memakannya”.
- Shahabat berkata tentang sesuatu bahwasanya itu termasuk Sunnah seperti perkataan Ibnu Mas’ud
“Termasuk sunnah tasyahhud
dipelankan, maksudnya dalam shalat”
Jika tabi’in yang berkata maka bisa marfu’ bisa mauquf, seperti perkataan
Ubaidillah bin Abdullah bin Atabah bin Mas’ud.
“Yang sunnah,Imam berkhutbah pada hari ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adha dua kali
yang ia selingi dengan duduk”.
- Perkataan shahabat,
seperti:
“kami diperitahkan atau kami dilarang atau manusia diperintahkan atau yang semisalnya”
seperti perkataan Ummu ‘Athiyah:
“Kami diperintahkan agar kami mengajak keluar para perawan pada waktu shalat iedul fitri dan iedul adha”.
Dan perkataannya:
Kami dilarang (para wanita) mengiringi jenazah tetapi tidak dikeraskan larangannya terhadap kami.
Dan perkataan Ibnu Abbas:
Manusia diperintahkan agar mengakhiri waktu haji mereka di ka’bah.
Dan perkatan Anas:
Kami diberikan batas waktu mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan bulu kemaluan tidak lebih dari 40 malam. - Shahabat menghukumi
terhadap sesuatu bahwasanya itu maksiat seperti perkataan Abu Hurairah
tentang orang yang keluar masjid setelah adzan:
“Adapun orang ini telah mendurhaki Abul Qosim ( Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam)”.
Begitu pula kalau shahabat menghukumi terhadap sesuatu bahwasanya itu termasuk ketaatan atau mengatakan sesuatu itu bukan maksiat atau ketaatan karena yang demikian tidak mungkin dikatakan shahabat melainkan mereka mengetahui nashnya dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam - Perkataan mereka
(shahabat) dari shahabat dengan dimarfukan haditsnya atau riwayatnya
seperti perkataan Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata:
“Obat itu ada dalam tiga: Minum madu, jarum bekam dan besi panas (dibakar) dan umatku dilarang dengan besi panas”
Dan perkataan Sa’id bin al Musayyab dari Abu Hurairah :
“Fitrah itu lima atau lima dari fitrah: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong rambut dan mencukur kumis”.
Dan begitu pula perkataan mereka dari shahabat dengan cara penyampaian hadits atau menerima hadits atau menyandarkan kepadanya dan yang sepertinya karena semua ibarat ini termasuk hukum marfu’ sharih walaupun tidak secara langsung dalam penyandaran kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetapi ada dugaan itu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mauquf ialah : Hadits yang disandarkan kepada shahabat tetapi tidak ditetapkan baginya hukum marfu’.
Seperti perkatan Umar bin khatthab:
Islam hancur karena tergelincirnya seorang yang alim, jidalnya orang munafik dengan Al-Quran dan hukum para imam-imam yang sesat.
Maqthu’ ialah: Perkataan yang disandarkan kepada tabi’in dan orang yang setelahnya (tabiut tabiin).
Seperti perkataan Ibnu Sirin:
Sesungguhnya ilmu ini (sanad) adalah agama, maka lihatlah darimana kamu mengambil dien (sanad) mu ini.
Dan perkataan Malik:
Tinggalkanlah amalan-amalan yang tidak nampak selama tidak baik untukmu agar engkau kerjakan secara nampak.
PEMBAGIAN HADITS DILIHAT DARI SISI KUAT DAN LEMAHNYA HADITS
Pembagian hadits ahad dilihat dari sisi kuat dan lemahnya sebuah hadits terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. Maqbul : sebuah hadits yang mempunyai indikasi kuat kejujuran orang
yang membawa khabar tesebut
2. Mardud (tertolak) : sebuah hadits yang tidak jelas kejujuran orang
yang membawa khabar tersebut.
Secara garis besar hadits maqbul terbagi menjadi dua, yaitu shahih
dan hasan, dan masing-masing kelompok ini terbagi lagi menjadi dua
kelompok hadits, yaitu shahih lidzatihi dan shahih lighairihi
serta hasan lidzatihi dan hasan lighairihi. Adapun perinciannya
adalah sebagai berikut:
Hadits Shahih : Hadits yang sanadnya bersambung, yang diriwayatkan oleh
rawi yang adil
dan memiliki hafalan yang kuat dari rawi yang semisalnya sampai akhir
sanadnya, serta tidak syadz dan tidak pula memiliki illat.
Sanadnya bersambung adalah: bahwa setiap perawi mengambil hadits secara
langsung dari perawi yang berada diatasnya, kondisi seperti ini dari permulaan
sanad sampai akhirnya.
Perawi yang adil adalah : bahwa semua perawinya mempuyai sifat ‘al
‘adalah,’ tidak fasik dan tidak mempunyai karakter yang tidak beretika.
Al ‘adalah adalah: Potensi (baik) yang dapat membawa pemilik-nya kepada
takwa, dan (menyebabkannya mampu) menghindari hal-hal tercela dan se-gala hal
yang dapat merusak nama baik dalam pandangan orang banyak. Predikat ini dapat
diraih seseorang dengan syarat-syarat: Islam, baligh, berakal sehat, takwa, dan
meninggalkan hal-hal yang merusak nama baik.
Memiliki hafalan yang kuat adalah; bahwa setiap perawi mempunyai hafalan yang
kuat, baik hafalan yang ada di dalam dada maupun hafalan yang menggunakan
bantuan buku.
Tidak syadz artinya : bahwasanya hadits tersebut tidak syadz
(nyeleneh/menyelisihi yang lebih kuat).
Tidak memiliki ‘illat artinya : hadits tersebut tidak cacat. Dan ‘Illat adalah
Sebab yang samar yang terdapat di dalam hadits yang dapat merusak
keshahihannya.
Shahih Lidzatihi : hadits yang shahih berdasarkan persyaratan shahih
yang ada di dalamnya, tanpa membutuhkan penguat atau faktor eksternal.
Shahih Lighairihi : hadits yang hakikatnya adalah hasan, dan karena
didukung oleh hadits hasan yang lain, maka dia menjadi Shahih Lighairihi.
Ash-Shahihain : Dua kitab shahih yaitu: Shahih al-Bukhari dan Shahih
Muslim.
Asy-Syaikhain : Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.
Hadits Hasan : Hadits yang sanadnya bersambung, yang diri-wayatkan oleh
rawi yang adil dan memiliki hafalan yang sedang-sedang saja (khafif adh-Dhabt)
dari rawi yang semisalnya sampai akhir sanadnya, serta tidak syadz dan tidak
pula me-miliki illat.
Hasan Lidzatihi : hadits yang hasan berdasarkan persyaratan hasan yang
ada di dalamnya, tanpa membutuhkan penguat atau faktor eksternal.
Hasan Lighairihi : hadits yang hakikatnya adalah dla’if, dan karena
didukung oleh hadits dla’if yang lain, maka dia menjadi hasan Lighairihi.
Sedangkan hadits yang tertolak adalah hadits yang tidak jelas kejujuran orang
yang membawa khabar tersebut. Itu bisa terjadi karena ketiadaan satu syarat
atau lebih dari syarat-syarat sebuah hadits.
Sebab-sebab tertolaknya hadits itu ada banyak, tetapi secara garis besar bisa
di klasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Gugur dari sanad
2. Terindikasi cacat atau tertuduh pada seorang
perawi.
Secara keumumam semua itu disebut dengan hadits dla’if.
Hadits Dha'if : Hadits yang tidak memenuhi syarat hadits maqbul (yang
diterima dan dapat dijadikan hujjah), dengan hilangnya salah satu
syarat-syaratnya.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal mengamalkan hadits dla’if. Adapun
pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama adalah bahwasanya dianjurkan
mengamalkannya dalam hal fadlailul a’mal, akan tetapi harus memenuhi tiga
syarat sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnu Hajar :
1. Dla’ifnya tidak parah
2. Menginduk di bawah ushul yang dapat
dijadikan sebagai landasan amal
3. Ketika mengamalkannya tidak meyakini
keotentikan hadits tersebut.
HADITS YANG TERTOLAK KARENA SEBAB GUGUR DARI
SANADNYA
Yang dimaksud dengan hadits yang tertolak karena gugur dari sanadnya adalah;
terputusnya rantai sanad dengan gugurnya seorang perawi atau lebih baik
disengaja oleh sebagian perawi atau tidak disengaja, gugurnya tersebut baik
secara transparan maupun tersembunyi.
Yang masuk kategori hadits yang tertolak karena gugurnya perawi dari sanad
adalah sebagai berikut:
· Mu’allaq : (Hadits) yang sanadnya terbuang dari awal sanadnya, satu
orang rawi atau lebih secara berturut-turut, bahkan sekalipun terbuang
semuanya. Gambarannya adalah : semua sanad dibuang kemudian dikatakan:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
· Mursal : (Hadits) yang sanadnya terbuang dari akhir sanadnya, sebelum
tabi'in. Gambarannya, adalah apabila seorang tabi'in mengatakan,
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ..." atau
"Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan ini dan itu
...".
· Mu’dlal : Hadits yang sanadnya ada dua orang rawi atau lebih yang
gugur secara berturut-turut. Sedangkan I'dhal sendiri adalah terputusnya
rangkaian sanad hadits, dua orang atau lebih secara berurutan.
· Mungqati’ : Hadits yang di tengah sanadnya terdapat perawi yang gugur,
satu orang atau lebih, secara tidak berurutan.
· Mudallas :
Tadlis : Menyembunyikan cela (cacat) yang terdapat di dalam sanad
hadits, dan membaguskannya secara zahir.
Tadlis at-Taswiyah ialah, seorang rawi meriwayatkan suatu hadits dari
seorang rawi yang dha'if, yang menjadi perantara antara dua orang rawi yang
tsiqah, di mana kedua orang yang tsiqah tersebut pernah bertemu (karena sempat
hidup semasa), kemudian rawi (yang melakukan tadlis disebut mudallis) membuang
atau menggugurkan rawi yang dha'if tersebut, dan menjadikan sanad hadits
tersebut seakan antara dua orang yang tsiqah dan bersambung. Ini adalah jenis
tadlis yang paling buruk.
· Mu’an’an : perkataan seorang perawi : “fulan dari fulan”
‘An’anah adalah Menyampaikan hadits kepada rawi lain dengan lafazh عن (dari)
yang mengisyaratkan bahwa dia tidak mendengar langsung dari syaikhnya. Ini
menjadi illat suatu sanad hadits apabila digunakan oleh seorang rawi yang
mudallis.
· Mu`annan : perkataan seorang perawi : “telah menceritakan kepada kami
fulan, bahwa fulan berkata, “
Hadits yang tertolak karena terindikasi cacat atau tertuduh pada diri
seorang rawi
Adapun hadits yang tertolak disebabkan adanya indikasi cacat atau tertuduh pada
diri seorang rawi ada ada sepuluh macam, lima berkaitan dengan al adalah dan
lima berkaitan dengan hafalan.
Adapun yang berkaitan dengan al ‘adalah sebagai berikut:
1. Dusta / berbohong
2. Tertuduh berbohong
3. Fasik
4. Bid’ah
5. Jahalah (tidak diketahui)
Sedangkan yang berkaitan dengan hafalan sebagai berikut:
1. Kesalahan yang parah
2. Buruk hafalan
3. Lalai
4. Banyak terjadi kerancauan hafalan
5. Menyelisihi orang-orang yang tsiqah
Akibat sebab-sebab diatas berkolerasi kepada kedudukan hadits. Disini kami coba
untuk mengurutkannya satu persatu.
· AL MAUDHU’.
(Hadits maudhu’/palsu)
Hadits maudhu’ ialah Hadits yang dipalsukan terhadap Nabi.
Hukumnya tertolak dan tidak boleh disebutkan kecuali disertakan keterangan
kemaudhu’annya sebagai larangan darinya.
Metode membongkar kepalsuan hadits dengan cara sebagai berikut:
1. Pengakuan orang yang membuat hadits maudhu’.
2. Bertentangan dengan akal, seperti mengandung dua hal yang saling
bertentangan dalam hal bersamaan,menetapkan keberadaan yang mustahil atau
menghilangkan keberadaan yang wajib, dll.
3. Bertentangan dengan pengetahuan agama yang sudah pasti, seperti menggugurkan
rukun dari rukun-rukun Islam atau menghalalkan riba’, membatasi waktu
terjadinya kiamat atau adanya nabi setelah nabi Muhammad.
Golongan pembuat hadits palsu
Orang-orang yang termasuk pembuat hadits palsu sangat banyak dan tokohnya yang
masyhur adalah:
1. Ishaq bin Najiih al Malathi.
2. Ma’mun bin Ahmad al Harawi.
3. Muhammad bin as Saaib al Kalbii.
4. Al Mughirah bin Said al Kufi
5. Muqathil bin Abi Sulaiman.
6. Al Waqidi
7. Ibnu Abi Yahya.
Sedangkan golongan pencipta hadits palsu diantaranya:
- Az-Zanadiqah (kaum
zindik) ialah orang-orang yang berusaha merusak aqidah kaum muslimin,
memberangus Islam dan merubah hukum-hukumnya. Seperti Muhammad bin Said al
Mashlub yang dibunuh oleh Abu Ja’far al Manshur ia memalsukan hadits atas
nama Anas secara marfu’.
Aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelah aku, kecuali kalau Allah berkehendak.
Dan seperti Abdul Karim bin Abu al Aujaa’ yang dibunuh oleh salah seorang amir Abasyiah di Bashrah dan dia berkata ketika hendak dibunuh:
Aku telah palsukan kepadamu 4000 hadits, aku haramkan yang halal dan aku halalkan yang haram.
Dan ada yang berkata bahwa kaum zindik telah membuat hadits palsu terhadap Rasulullah sebanyak 14.000 hadits. - Al-Mutazallif
(pencari muka/penjilat) dihadapan para penguasa dan umara seperti: Ghiyats
bin Ibrahim, dia pernah datang kepada al Mahdi yang sedang bermain dengan
burung dara lalu ia menceritan kepadanya hadits Amirul Mu’minin ia bawakan
sanadnya sekaligus ia palsukan hadits terhadap nabi bahwasanya beliau
bersabda:
“Tidak ada perlombaan atau permainan kecuali pada telapak kaki onta atau tombak atau telapak kaki kuda atau sayap (burung dara)”
lalu al Mahdi berkata: Aku telah membebani dia atas itu (membuat Ghiyat bin Ibrahim berbuat dusta kepadaku untuk mencari muka. Pent). Kemudian dia (al Mahdi) menaruh burung dara tersebut dan menyuruh menyembelihnya. - Al-Mutazallif dihadapan masyarakat dengan menyebutkan cerita-cerita yang aneh untuk targhib atau tarhib atau mencari harta atau kemuliaan (jah): seperti para pencerita (hikayat) yang berbicara dimasjid-masjid dan tempat-tempat keramaian dengan cerita-cerita yang memberikan kedahsyatan dari kisah-kisah yang aneh.
- Orang-orang yang terlalu bersemangat terhadap agama. Mereka membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan-keutamaan Islam dan sarana yang menuju kepadanya dan hadits-hadits juhud terhadap dunia dengan tujuan agar manusia peduli terhadap agama dan juhud terhadap dunia. Seperti: Abu Ashamah Nuh bin Abi Maryam Qadhi Marwi, ia membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan surat-surat al quran, surat demi surat dan ia berkata: aku melihat manusia menjauhkan al quran dan sibuk terhadap fiqh Abu Hanifah dan Maghaazi bin Ishak oleh karena itu aku buat hadits palsu itu (keutamaan hadits palsu).
- Orang-orang yang ta’ashub terhadap mazhab atau jalan atau negeri atau yang diikuti (imam) atau kabilah mereka membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan yang mereka ta’asubkan dan pujian terhadapnya. Seperti Maisarah bin Abdu Rabah yang mengaku telah membuat hadits palsu terhadap nabi r sebanyak 70 hadits tentang keutamaan Ali bin Abu Thalib.
Al Matruk : Hadits yang di
dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh sebagai pendusta.
Al Munkar : Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang dha'if dan
riwayatnya bertentangan de-ngan riwayat para rawi yang tsiqah.
Perbedaan antara Syadz dengan munkar adalah; syadz diriwayatkan oleh seorang
perawi yang maqbul sedangkan munkar diriwayatkan oleh seorang perawi dla’if.
Al Mu’allal : Hadits yang ditemukan ‘illat di dalamnya yang membuat cacat
keshahihan hadits tersebut, meskipun pada dzahirnya terlihat selamat.
Al Mudraj : Hadits yang di dalamnya terdapat tambahan yang bukan darinya,
baik dalam matan atau sanadnya. Sementara idraj sendiri itu bermakna tambahan
(sisipan) pada matan atau sanad hadits, yang bukan darinya.
Al Maqlub : mengganti satu lafadz dengan lafadz lain di dalam sanad
sebuah hadits atau matannya, dengan cara mendahulukannya atau mengakhirkanya.
Al Mudhtharib : Hadits yang diriwayatkan dari seorang rawi atau lebih
dalam berbagai versi riwayat yang berbeda-beda, yang tidak dapat ditarjih dan
tidak mungkin dipertemukan antara satu de-ngan lainnya.
Mudhtharib (goncang).
· Asy Syadz : Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang pada
hakikatnya kredibel, tetapi riwayatnya tersebut bertentangan dengan riwayat
rawi yang lebih utama dan lebih kredibel dari diri-nya. Lawan dari syadz adalah
rajih (yang lebih kuat) dan sering diistilahkan dengan mahfuzh (terjaga).
Jahalah bi arruwwah : Tidak diketahui secara pasti, yang berkaitan
dengan identitas dan jati diri seorang rawi.
Adapun klasifikasi majhul ada tiga, yaitu
Majhul al-'Adalah : Tidak diketahui kredibelitasnya.
Majhul al-'Ain : Tidak diketahui identitasnya. Yaitu rawi yang tidak
dikenal menuntut ilmu dan tidak dikenal oleh para ulama, bahkan termasuk di
dalamnya adalah perawi yang tidak dikenal memiliki hadits kecuali dari seorang
perawi.
Majhul al-Hal : Tidak diketahui jati dirinya.
· Bid’ah : mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam
syariat. Adapun yang memiliki bukti dari syariat maka bukan bidah walaupun bisa
dikatakan bidah secara bahasa. Bid’ah di golongkan menjadi dua golongan;
ii. Bid’ah yang membuat kafir
iii. Bid’ah yang membuat fasik
Buruk hafalan : sisi salahnya lebih kuat ketimbang sisi benarnya dalam
meriwayatkan sebuah hadits.
Hadits yang tertolak karena sebab gugur dari sanadnya
Yang dimaksud
dengan hadits yang tertolak karena gugur dari sanadnya adalah; terputusnya
rantai sanad dengan gugurnya seorang perawi atau lebih baik disengaja oleh
sebagian perawi atau tidak disengaja, gugurnya tersebut baik secara transparan
maupun tersembunyi.
Yang masuk kategori hadits yang tertolak karena gugurnya perawi dari sanad
adalah sebagai berikut:
Mu’allaq : (Hadits) yang sanadnya terbuang dari awal sanadnya, satu
orang rawi atau lebih secara berturut-turut, bahkan sekalipun terbuang
semuanya. Gambarannya adalah : semua sanad dibuang kemudian dikatakan:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.
Mursal : (Hadits) yang sanadnya terbuang dari akhir sanadnya, sebelum
tabi'in. Gambarannya, adalah apabila seorang tabi'in mengatakan,
"Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ..." atau
"Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan ini dan itu
...".
Mu’dlal : Hadits yang sanadnya ada dua orang rawi atau lebih yang gugur
secara berturut-turut. Sedangkan I'dhal sendiri adalah terputusnya rangkaian
sanad hadits, dua orang atau lebih secara berurutan.
Mungqati’ : Hadits yang di tengah sanadnya terdapat perawi yang gugur,
satu orang atau lebih, secara tidak berurutan.
Mudallas :
Tadlis : Menyembunyikan cela (cacat) yang terdapat di dalam sanad
hadits, dan membaguskannya secara zahir.
Tadlis at-Taswiyah ialah, seorang rawi meriwayatkan suatu hadits
dari seorang rawi yang dha'if, yang menjadi perantara antara dua orang rawi
yang tsiqah, di mana kedua orang yang tsiqah tersebut pernah bertemu (karena
sempat hidup semasa), kemudian rawi (yang melakukan tadlis disebut mudallis)
membuang atau menggugurkan rawi yang dha'if tersebut, dan menjadikan sanad
hadits tersebut seakan antara dua orang yang tsiqah dan bersambung. Ini adalah
jenis tadlis yang paling buruk.
Mu’an’an : perkataan seorang
perawi : “fulan dari fulan”
‘An’anah adalah Menyampaikan hadits kepada rawi lain dengan lafazh عن
(dari)
yang mengisyaratkan bahwa dia tidak mendengar langsung dari syaikhnya. Ini
menjadi illat suatu sanad hadits apabila digunakan oleh seorang rawi yang
mudallis.
Mu`annan : perkataan seorang perawi : “telah menceritakan kepada kami
fulan, bahwa fulan berkata”
Hadits yang tertolak karena terindikasi cacat atau tertuduh pada diri
seorang rawi
Adapun hadits yang tertolak disebabkan adanya indikasi cacat atau
tertuduh pada diri seorang rawi ada ada sepuluh macam, lima berkaitan dengan al
adalah dan lima berkaitan dengan hafalan.
Adapun yang berkaitan dengan al ‘adalah sebagai berikut:
1. Dusta / berbohong
2. Tertuduh berbohong
3. Fasik
4. Bid’ah
5. Jahalah (tidak diketahui)
Sedangkan yang berkaitan dengan hafalan sebagai berikut:
1. Kesalahan yang parah
2. Buruk hafalan
3. Lalai
4. Banyak terjadi kerancauan hafalan
5. Menyelisihi orang-orang yang tsiqah
Akibat sebab-sebab diatas berkolerasi kepada kedudukan hadits. Disini kami coba
untuk mengurutkannya satu persatu.
AL- MAUDHU’
(Hadits maudhu’/palsu)
Hadits maudhu’ ialah Hadits yang dipalsukan terhadap Nabi.
Hukumnya tertolak dan tidak boleh disebutkan kecuali disertakan
keterangan kemaudhu’annya sebagai larangan darinya.
Metode membongkar kepalsuan hadits dengan cara sebagai berikut:
1. Pengakuan orang yang membuat hadits maudhu’.
2. Bertentangan dengan akal, seperti mengandung dua hal yang saling
bertentangan dalam hal bersamaan,menetapkan keberadaan yang mustahil atau
menghilangkan keberadaan yang wajib, dll.
3. Bertentangan dengan pengetahuan agama yang sudah pasti, seperti menggugurkan
rukun dari rukun-rukun Islam atau menghalalkan riba’, membatasi waktu
terjadinya kiamat atau adanya nabi setelah nabi Muhammad.
Golongan pembuat hadits palsu
Orang-orang yang termasuk pembuat hadits palsu sangat banyak dan tokohnya yang
masyhur adalah:
1. Ishaq bin Najiih al Malathi.
2. Ma’mun bin Ahmad al Harawi.
3. Muhammad bin as Saaib al Kalbii.
4. Al Mughirah bin Said al Kufi
5. Muqathil bin Abi Sulaiman.
6. Al Waqidi
7. Ibnu Abi Yahya.
Sedangkan golongan pencipta hadits palsu diantaranya:
1. Az-Zanadiqah (kaum zindik) ialah orang-orang yang berusaha
merusak aqidah kaum muslimin, memberangus Islam dan merubah hukum-hukumnya.
Seperti Muhammad bin Said al Mashlub yang dibunuh oleh Abu Ja’far al Manshur ia
memalsukan hadits atas nama Anas secara marfu’.
Aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi setelah aku, kecuali kalau Allah
berkehendak.
Dan seperti Abdul Karim bin Abu al Aujaa’ yang dibunuh oleh salah seorang amir
Abasyiah di Bashrah dan dia berkata ketika hendak dibunuh:
Aku telah palsukan kepadamu 4000 hadits, aku haramkan yang halal dan aku
halalkan yang haram.
Dan ada yang berkata bahwa kaum zindik telah membuat hadits palsu terhadap Rasulullah
sebanyak 14.000 hadits.
2. Al-Mutazallif (pencari muka/penjilat) dihadapan para penguasa
dan umara seperti: Ghiyats bin Ibrahim, dia pernah datang kepada al Mahdi yang
sedang bermain dengan burung dara lalu ia menceritan kepadanya hadits Amirul
Mu’minin ia bawakan sanadnya sekaligus ia palsukan hadits terhadap nabi
bahwasanya beliau bersabda:
“Tidak ada perlombaan atau permainan kecuali pada telapak kaki onta atau tombak
atau telapak kaki kuda atau sayap (burung dara)”
lalu al Mahdi berkata: Aku telah membebani dia atas itu (membuat Ghiyat bin
Ibrahim berbuat dusta kepadaku untuk mencari muka. Pent). Kemudian dia (al
Mahdi) menaruh burung dara tersebut dan menyuruh menyembelihnya.
3. Al-Mutazallif dihadapan masyarakat dengan menyebutkan
cerita-cerita yang aneh untuk targhib atau tarhib atau mencari harta atau
kemuliaan (jah): seperti para pencerita (hikayat) yang berbicara
dimasjid-masjid dan tempat-tempat keramaian dengan cerita-cerita yang
memberikan kedahsyatan dari kisah-kisah yang aneh.
4. Orang-orang yang terlalu bersemangat terhadap agama. Mereka membuat
hadits-hadits palsu tentang keutamaan-keutamaan Islam dan sarana yang menuju
kepadanya dan hadits-hadits juhud terhadap dunia dengan tujuan agar manusia
peduli terhadap agama dan juhud terhadap dunia. Seperti: Abu Ashamah Nuh bin
Abi Maryam Qadhi Marwi, ia membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan
surat-surat al quran, surat demi surat dan ia berkata: aku melihat manusia
menjauhkan al quran dan sibuk terhadap fiqh Abu Hanifah dan Maghaazi bin Ishak
oleh karena itu aku buat hadits palsu itu (keutamaan hadits palsu).
5. Orang-orang yang ta’ashub terhadap mazhab atau jalan atau negeri atau yang
diikuti (imam) atau kabilah mereka membuat hadits-hadits palsu tentang
keutamaan yang mereka ta’asubkan dan pujian terhadapnya. Seperti Maisarah bin
Abdu Rabah yang mengaku telah membuat hadits palsu terhadap nabi r sebanyak 70
hadits tentang keutamaan Ali bin Abu Thalib.
Al Matruk : Hadits yang di dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh
sebagai pendusta.
Al Munkar : Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang dha'if dan
riwayatnya bertentangan de-ngan riwayat para rawi yang tsiqah.
Perbedaan antara Syadz dengan munkar adalah; syadz diriwayatkan oleh seorang
perawi yang maqbul sedangkan munkar diriwayatkan oleh seorang perawi dla’if.
Al Mu’allal : Hadits yang ditemukan ‘illat di dalamnya yang membuat
cacat keshahihan hadits tersebut, meskipun pada dzahirnya terlihat selamat.
Al Mudraj : Hadits yang di dalamnya terdapat tambahan yang bukan
darinya, baik dalam matan atau sanadnya. Sementara idraj sendiri itu bermakna
tambahan (sisipan) pada matan atau sanad hadits, yang bukan darinya.
Al Maqlub : mengganti satu lafadz dengan lafadz lain di dalam sanad
sebuah hadits atau matannya, dengan cara mendahulukannya atau mengakhirkanya.
Al Mudhtharib : Hadits yang diriwayatkan dari seorang rawi atau lebih
dalam berbagai versi riwayat yang berbeda-beda, yang tidak dapat ditarjih dan
tidak mungkin dipertemukan antara satu de-ngan lainnya.
Mudhtharib (goncang).
· Asy Syadz : Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang pada
hakikatnya kredibel, tetapi riwayatnya tersebut bertentangan dengan riwayat
rawi yang lebih utama dan lebih kredibel dari diri-nya. Lawan dari syadz adalah
rajih (yang lebih kuat) dan sering diistilahkan dengan mahfuzh (terjaga).
Jahalah bi arruwwah : Tidak diketahui secara pasti, yang berkaitan
dengan identitas dan jati diri seorang rawi.
Adapun klasifikasi majhul ada tiga, yaitu
Majhul al-'Adalah : Tidak diketahui kredibelitasnya.
Majhul al-'Ain : Tidak diketahui identitasnya. Yaitu rawi yang tidak
dikenal menuntut ilmu dan tidak dikenal oleh para ulama, bahkan termasuk di
dalamnya adalah perawi yang tidak dikenal memiliki hadits kecuali dari seorang
perawi.
Majhul al-Hal : Tidak diketahui jati dirinya.
Bid’ah : mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam
syariat. Adapun yang memiliki bukti dari syariat maka bukan bidah walaupun bisa
dikatakan bidah secara bahasa. Bid’ah di golongkan menjadi dua golongan;
ii. Bid’ah yang membuat kafir
iii. Bid’ah yang membuat fasik
Buruk hafalan : sisi salahnya lebih kuat ketimbang sisi benarnya dalam
meriwayatkan sebuah hadits.
Istilah-istilah dalam jarhu wa ta’dil
Al
jarhu wa ta’dil : Pernyataan adanya cela dan cacat, dan per-nyataan adanya
"al-Adalah" dan "hafalan yang bagus" pada seorang rawi
hadits.
At Ta’dil : Pernyataan adanya "al-Adalah" pada diri se-orang
rawi hadits.
Al Jarhu : Celaan yang dialamatkan pada rawi hadits yang dapat
mengganggu (atau bahkan meng-hilangkan) bobot predikat "al-Adalah"
dan "hafalan yang bagus", dari dirinya.
Tsiqah : Kredibel, di mana pada diri seorang rawi ter-kumpul sifat
al-Adalah dan adh-Dhabt (hafalan yang bagus).
Rawi La Ba`sa Bihi : Rawi yang masuk dalam kategori tsiqah.
Jayyid : Baik
Layyin : Lemah.
Majhul : Rawi yang tidak diriwayatkan darinya kecuali oleh seorang saja.
Mubham : Rawi yang tidak diketahui nama (identitas)nya.
Mudallis : Rawi yangi melakukan tadlis.
Rawi Mastur : Sama dengan Majhul al-Hal (Rawi yang tidak diketahui jati
dirinya).
Perawi Matruk : Perawi yang dituduh berdusta, atau perawi yang banyak
melakukan kekeliruan, sehingga periwayatanya bertentangan dengan periwayatan
perawi yang tsiqah. Atau perawi yang sering meriwayatkan hadits-hadits yang
tidak dikenal (gharib) dari perawi yang terkenal tsiqah.
Rawi Mudhtharib : Rawi yang menyampaikan riwayat secara tidak akurat, di
mana riwayat yang disam-paikannya kepada rawi-rawi di bawahnya berbeda antara
yang satu dengan lainnya, yang menyebabkan tidak dapat ditarjih; riwayat siapa
yang mahfuzh (terjaga).
Rawi Mukhtalith : Rawi yang akalnya terganggu, yang menye-babkan
hafalannya menjadi campur aduk dan ucapannya menjadi tidak teratur.
Rawi yang tidak dijadikan sebagai hujjah : Rawi yang haditsnya
diriwayatkan dan ditulis tapi haditsnya tersebut tidak bisa dijadikan sebagai
dalil dan hujjah.
Saqith : Tidak berharga karena terlalu lemah (parahnya illat yang ada di
dalamnya).
Tadh'if : Pernyataan bahwa hadits atau rawi bersang-kutan dha'if
(lemah).
Tahqiq : Penelitian ilmiah secara seksama tentang suatu hadits, sehingga
mencapai kebenaran yang paling tepat.
Tahsin : Pernyataan bahwa hadits bersangkutan ada-lah hasan.
Ta'liq : Komentar, atau penjelasan terhadap suatu potongan kalimat, atau
derajat hadits dan sebagainya yang biasanya berbentuk cacatan kaki.
Takhrij : Mengeluarkan suatu hadits dari sumber-sum-bernya, berikut
memberikan hukum atasnya; shahih atau dhaif.
Syahid : Hadits yang para rawinya ikut serta meriwayatkannya bersama para
rawi suatu hadits, dari segi lafazh dan makna, atau makna saja; dari sahabat
yang berbeda.
Syawahid : Hadits-hadits pendukung, jamak dari kata syahid.
Haditsnya layak dalam kapasitas syawahid, artinya, dapat diterima apabila ada
hadits lain yang memperkuatnya, atau sebagai yang me-nguatkan hadits lain yang
sederajat dengannya.
Mutaba'ah : Hadits yang para rawinya ikut serta meriwayatkannya bersama
para rawi suatu hadits gharib, dari segi lafazh dan makna, atau makna saja;
dari seorang sahabat yang sama.
Referensi Daftar Istilah:
1. Taisir Mushthalah al-Hadits, Dr. Mahmud ath-Thahhan.
2. Manhaj an-Naqd Fi Ulum al-Hadits, Dr. Nuruddin Ithir.
3. Shahih targhib 2.
Makna Hadis
Makna hadis adalah komunikasi, cerita, perbincangan, historis atau kekinian. Dalam Alquran makna hadis adalah baru, dalilnya sebagai berikut:
a.Komunikasi religius, QS 39:23 (az-Zumar)
ª!$# tA¨tR z`|¡ômr& Ï]Ïptø:$# $Y6»tGÏ. $YgÎ6»t±tFB uÎT$sW¨B Ïèt±ø)s? çm÷ZÏB ßqè=ã_ tûïÏ%©!$# cöqt±øs öNåk®5u §NèO ßû,Î#s? öNèdßqè=ã_ öNßgç/qè=è%ur 4n<Î) Ìø.Ï «!$# 4 y7Ï9ºs yèd «!$# Ïöku ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±o 4 `tBur È@Î=ôÒã ª!$# $yJsù ¼çms9 ô`ÏB >$yd ÇËÌÈ [2]
23. Alloh telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Alquran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang [1312], gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Alloh. Itulah petunjuk Alloh, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang disesatkan Alloh, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun.
[1312] Maksud berulang-ulang di sini ialah hukum-hukum, pelajaran dan kisah-kisah itu diulang-ulang menyebutnya dalam Alquran supaya lebih kuat pengaruhnya dan lebih meresap. sebahagian ahli tafsir mengatakan bahwa maksudnya itu ialah bahwa ayat-ayat Alquran itu diulang-ulang membacanya seperti tersebut dalam mukaddimah surat Al-Fatihah.
b. QS ( al-Qolam)
ÎTöxsù `tBur Ü>Éjs3ã #x»pkÍ5 Ï]Ïptø:$# ( Oßgã_ÍôtGó¡t^y ô`ÏiB ß]øym w tbqßJn=ôèt ÇÍÍÈ [3]
44. Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan Perkataan ini (Alquran). nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,
Hadis Penguat
أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ مُحَمَّدٍ الْقُرَشِيُّ أَخْبَرَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زُبَيْدٍ الْيَامِيِّ عَنْ أَبِي الْعَجْلَانِ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَبَلَّغَهُ كَمَا سَمِعَهُ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ ثَلَاثٌ لَا يَغِلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَالنَّصِيحَةُ لِكُلِّ مُسْلِمٍ وَلُزُومُ جَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ فَإِنَّ دُعَاءَهُمْ يُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ
(DARIMI - 232) : Telah mengabarkan kepada kami Yahya bin Musa telah menceritakan kepada kami 'Amr bin Muhammad Al Qurasyi telah mengabarkan kepada kami Isra`il dari Abdur Rahman bin Zubaid Al Yaami dari Abu Al 'Ajlan dari Abu Darda` radliAllohu 'anhu ia berkata: "Rosulullah shallAllohu 'alaihi wasallam berhutbah (dihadapan) kami: 'Semoga Alloh membaguskan rupa orang yang mendengarkan hadis kami kemudian ia menyampaikannya seperti apa yang ia dengar, berapa banyak orang yang disampaikan sebuah (hadis) namun ia justru lebih memahaminya dari pada orang yang mendengar langsung (dari Nabi shallAllohu 'alaihi wasallam). Dan ada tiga hal yang hati seorang muslim tidak akan hasad padnya: Ikhlas beramal untuk Alloh, menasehati setiap muslim, dan senantiasa berada dalam barisan kaum muslimin, karena doa mereka akan menjaga mereka dari arah belakang".[4]
b.Cerita tentang sekuler atau umum
QS 6:68 ( al-An’am)
#sÎ)ur |M÷r&u tûïÏ%©!$# tbqàÊqès þÎû $uZÏF»t#uä óÚÍôãr'sù öNåk÷]tã 4Ó®Lym (#qàÊqès Îû B]Ïtn ¾ÍnÎöxî 4 $¨BÎ)ur y7¨ZuÅ¡Yã ß`»sÜø¤±9$# xsù ôãèø)s? y÷èt/ 3tò2Éj9$# yìtB ÏQöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$#
68. Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).[5]
c.Cerita atau historis dalilnya QS 66:3 ( at-Tahrim)
øÎ)ur §| r& ÓÉ<¨Z9$# 4n<Î) ÇÙ÷èt/ ¾ÏmÅ_ºurør& $ZVÏtn $£Jn=sù ôNr'¬7tR ¾ÏmÎ/ çntygøßr&ur ª!$# Ïmøn=tã t$¡tã ¼çmÒ÷èt/ uÚ{ôãr&ur .`tã <Ù÷èt/ ( $£Jn=sù $ydr'¬6tR ¾ÏmÎ/ ôMs9$s% ô`tB x8r't7/Rr& #x»yd ( tA$s% uÎTr'¬7tR ÞOÎ=yèø9$# çÎ6yø9$# ÇÌÈ
3. dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan Peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Alloh memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Alloh kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: "Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi menjawab: "Telah diberitahukan kepadaku oleh Alloh yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal."[6]
d.Rahasia atau Cerita yang Masih Hangat
حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ الْخُزَاعِيُّ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَطَاءٍ أَنَّ عَبْدَ الْمَلِكِ بْنَ جَابِرِ بْنِ عَتِيكٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا حُدِّثَ الْإِنْسَانُ حَدِيثًا َالْمُحَدِّثُ يَلْتَفِتُ حَوْلَهُ فَهُوَ أَمَانَةٌ
(AHMAD - 14265) : Telah bercerita kepada kami Abu Salamah Al Khuza'i telah bercerita kepada kami Sulaiman bin Bilal dari Abdurrahman bin 'Atho' sesungguhnya Abdul Malik bin Jabir bin 'Atik mengabarinya, sesungguhnya Jabir bin Abdullah mengabarinya, dia mendengar Nabi shallAllohu'alaihi wasallam bersabda: "Jika seseorang diberi suatu berita dan orang yang menyampaikannya menoleh ke arah sekitarnya maka itu adalah suatu amanah"[7]
e.Makna Hadis Sunan
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ قَالَ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
(BUKHARI - 3197) : Telah bercerita kepada kami Sa'id bin Abu Maryam telah bercerita kepada kami Abu Ghassan berkata, telah bercerita kepadaku Zaid bin Aslam dari 'Atha' binYasar dari Abu Sa'id radliAllohu 'anhu bahwa Nabi shallAllohu 'alaihi wasallam besabda: "Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta hingga seandainya mereka manempuh (masuk) ke dalam lobang biawak kalian pasti akan mengikutinya". Kami bertanya; "Wahai Rosulullah, apakah yang baginda maksud Yahudi dan Nashrani?". Beliau menjawab: "Siapa lagi (kalau bukan mereka) ".[8]
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ الصَّنْعَانِيُّ مِنْ الْيَمَنِ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
(BUKHARI - 6775) : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Aziz telah menceritakan kepada kami Abu Umar Ash Shan'ani dari Yaman dari Zaid bin Aslam dari 'Atha bin Yasar dari Abu Sa'id Al Khudzri dari Nabi shallAllohu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal, hingga kalaulah mereka masuk liang biawak, niscaya kalian mengikuti mereka." Kami bertanya, "Wahai Rosulullah, Yahudi dan nasranikah?" Nabi menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka?"[9]
حَدَّثَنِي سُوَيْدُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ مَيْسَرَةَ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ و حَدَّثَنَا عِدَّةٌ مِنْ أَصْحَابِنَا عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا أَبُو غَسَّانَ وَهُوَ مُحَمَّدُ بْنُ مُطَرِّفٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو إِسْحَقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ حَدَّثَنَا أَبُو غَسَّانَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ نَحْوَهُ
(MUSLIM - 4822) : Telah menceritakan kepadaku Suwaid bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Maisarah telah menceritakan kepadaku Zaid bin Aslam dari 'Atha bin Yasar dari Abu Sa'id Al Khudri dia berkata; Rosulullah shallAllohu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian pasti kalian akan mengikuti mereka." Kami bertanya; "Wahai Rosulullah, apakah mereka itu yahudi dan Nasrani?" Beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka." Dan telah menceritakan kepada kami beberapa orang dari sahabat kami dari Sa'id bin Abu Maryam Telah mengabarkan kepada kami Abu Gassan yaitu Muhammad bin Mutharrif dari Zaid bin Aslam melalui sanad ini dengan Hadits yang serupa. Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad berkata; Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam Telah menceritakan kepada kami Abu Gassan Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Aslam dari Atha' bin Yasar -lalu dia menyebutkan Hadits yang serupa.-[10]
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بَاعًا بِبَاعٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ وَشِبْرًا بِشِبْرٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمْ فِيهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ إِذًا
(IBNUMAJAH - 3984) : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun dari Muhammad bin 'Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dia berkata, "Rosulullah shallAllohu 'alaihi wasallam bersabda: "Sungguh, kalian akan mengikuti jalan (cara hidup) orang-orang sebelum kalian sedepa demi sedepa, sehasta demi sehasta dan sejengkal demi sejengkal, sehingga sekiranya mereka masuk ke lubang biawak, sungguh kalian juga akan mengikuti mereka." Para sahabat bertanya, "Wahai Rosulullah, apakah mereka orang-orang Yahudi dan Nahsrani?" beliau menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka."[11]
حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ أَخْبَرَنِي ابْنُ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي زِيَادُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدِ بْنِ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَتَّبِعُنَّ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ وَبَاعًا فَبَاعًا حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ قَالُوا وَمَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَهْلُ الْكِتَابِ قَالَ فَمَنْ
(AHMAD – 7990) : Telah menceritakan kepada kami Hajjaj telah mengabarkan kepadaku Ibnu Juraij berkata; telah mengabarkan kepadaku Ziyad bin Sa’d dari Muhammad bin Al Muhajir bin Qunfudz dari Sa’id bin Abi Sa’id Al Maqburi dari Abu Hurairah, dari Nabi shallAllohu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di genggaman-Nya, sungguh kalian akan benar-benar mengikuti orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, dan sedepa demi sedepa, sehingga sekiranya mereka masuk ke lubang biawak sungguh kalian akan mengikutinya.” Para sahabat bertanya; “Siapa mereka itu wahai Rosulullah, apakah ahlul kitab?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka.”[12]
f.Sunnatulloh ( ketentuan Alloh) atau penentuan Alloh
QS. Al-Ahzab ayat 38
$¨B tb%x. n?tã ÄcÓÉ<¨Y9$# ô`ÏB 8ltym $yJÏù uÚtsù ª!$# ¼çms9 ( sp¨Zß «!$# Îû tûïÏ%©!$# (#öqn=yz `ÏB ã@ö6s% 4 tb%x.ur ãøBr& «!$# #Yys% #·rßø)¨B ÇÌÑÈ
38. tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Alloh baginya. (Alloh telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada Nabi-Nabi yang telah berlalu dahulu[1221]. dan adalah ketetapan Alloh itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,[13]
[1221] Yang dimaksud dengan sunnah Alloh di sini ialah mengerjakan sesuatu yang dibolehkan Alloh tanpa ragu-ragu.
QS. Al-Ahzab ayat 62
sp¨Zß «!$# Îû úïÏ%©!$# (#öqn=yz `ÏB ã@ö6s% ( `s9ur yÅgrB Ïp¨ZÝ¡Ï9 «!$# WxÏö7s? ÇÏËÈ
62. Sebagai sunnah Alloh yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum (mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Alloh.[14]
QS. Al-Mukmin ayat 85
óOn=sù à7t öNßgãèxÿZt öNåkß]»yJÎ) $£Js9 (#÷rr&u $uZyù't/ ( |M¨Yß «!$# ÓÉL©9$# ôs% ôMn=yz Îû ¾ÍnÏ$t7Ïã ( uÅ£yzur y7Ï9$uZèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÑÎÈ
85. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa kami. Itulah sunnah Alloh yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir.[15]
QS. Al-Fatah ayat 23
sp¨Zß «!$# ÓÉL©9$# ôs% ôMn=yz `ÏB ã@ö6s% ( `s9ur yÅgrB Ïp¨ZÝ¡Ï9 «!$# WxÏö7s? ÇËÌÈ
23. sebagai suatu sunnatullah[1403] yang telah Berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan peubahan bagi sunnatullah itu.[16]
[1403] Sunnatullah Yaitu hukum Alloh yang telah ditetapkannya.
g.Sunnatur Rosul ( ketentuan Rosul saw.)
حَدَّثَنَا عَبْدَانُ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَدِمْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ بِالْبَطْحَاءِ فَقَالَ أَحَجَجْتَ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ بِمَا أَهْلَلْتَ قُلْتُ لَبَّيْكَ بِإِهْلَالٍ كَإِهْلَالِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَحْسَنْتَ انْطَلِقْ فَطُفْ بِالْبَيْتِ وَبِالصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ثُمَّ أَتَيْتُ امْرَأَةً مِنْ نِسَاءِ بَنِي قَيْسٍ فَفَلَتْ رَأْسِي ثُمَّ أَهْلَلْتُ بِالْحَجِّ فَكُنْتُ أُفْتِي بِهِ النَّاسَ حَتَّى خِلَافَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَذَكَرْتُهُ لَهُ فَقَالَ إِنْ نَأْخُذْ بِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُنَا بِالتَّمَامِ وَإِنْ نَأْخُذْ بِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَحِلَّ حَتَّى بَلَغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ
(BUKHARI - 1609) : Telah menceritakan kepada kami 'Abdan berkata, telah mengabarkan kepada saya bapakku dari Syu'bah dari Qais bin Muslim dari Thoriq bin Syihab dari Abu Musa radliAllohu 'anhu berkata; "Aku menemui Rosulullah shallAllohu 'alaihi wasallam ketika Beliau berada di Bathha', lalu Beliau berkata: "Apakah kamu sudah berniat (berihram) untuk haji?". Aku jawab: "Ya, sudah". Beliau bertanya lagi: "Bagaimana cara kamu berihram?". Aku jawab: "Aku berihram dengan bertalbiyah (berniat memulai haji) sebagaimana Nabi shallAllohu 'alaihi wasallam berihram". Maka Beliau berkata: "Kamu sudah berbuat dengan baik, maka berangkatlah dan thawaflah di Ka'bah Baitullah dan sa'iy antara bukit Shafaa dan Marwah". Kemudian aku menemui seorang wanita dari Banu Qais lalu dia mencari kutu kepalaku. Kemudian aku berihram untuk haji. Setelah itu aku selalu memberi fatwa kepada orang tentang manasik ini hingga masa khilafah 'Umar radliAllohu 'anhu yang aku menceritakan kepadanya, maka dia berkata: "Jika kita mengambil pelajaran dari Kitab Alloh maka Dia memerintahkan kita untuk menyempurnakannya dan apabila kita mengambil sunnah Rosulullah shallAllohu 'alaihi wasallam, sesungguhnya Rosulullah shallAllohu 'alaihi wasallam tidak bertahallul hingga Al Hadyu samapai pada tempat penyembelihannya".[17]
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ قَالَ شَهِدْتُ ابْنَ عُمَرَ حَيْثُ اجْتَمَعَ النَّاسُ عَلَى عَبْدِ الْمَلِكِ قَالَ كَتَبَ إِنِّي أُقِرُّ بِالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ لِعَبْدِ اللَّهِ عَبْدِ الْمَلِكِ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى سُنَّةِ اللَّهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ مَا اسْتَطَعْتُ وَإِنَّ بَنِيَّ قَدْ أَقَرُّوا بِمِثْلِ ذَلِكَ
(BUKHARI - 6663) : Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Dinar mengatakan, aku pernah menyaksikan Ibnu Umar ketika orang-orang berkumpul kepada Abdul Malik, ia mengatakan dengan menulis; "Saya ikrarkan untuk senantiasa mendengar dan taat terhadap hamba Alloh Abdul Malik amirul mukminin diatas sunnatullah dan sunnah Rosul-NYA semaksimal kemampuanku, dan anak-anakku mengikrarkan yang sedemikian ini."[18]
و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ بَيَانٍ عَنْ وَبَرَةَ قَالَ سَأَلَ رَجُلٌ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَقَدْ أَحْرَمْتُ بِالْحَجِّ فَقَالَ وَمَا يَمْنَعُكَ قَالَ إِنِّي رَأَيْتُ ابْنَ فُلَانٍ يَكْرَهُهُ وَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيْنَا مِنْهُ رَأَيْنَاهُ قَدْ فَتَنَتْهُ الدُّنْيَا فَقَالَ وَأَيُّنَا أَوْ أَيُّكُمْ لَمْ تَفْتِنْهُ الدُّنْيَا ثُمَّ قَالَ رَأَيْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْرَمَ بِالْحَجِّ وَطَافَ بِالْبَيْتِ وَسَعَى بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ فَسُنَّةُ اللَّهِ وَسُنَّةُ رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَقُّ أَنْ تَتَّبِعَ مِنْ سُنَّةِ فُلَانٍ إِنْ كُنْتَ صَادِقًا
(MUSLIM - 2171) : Dan Telah meceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Bayan dari Wabarah ia berkata; Seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar radliAllohu 'anhuma, "Bolehkah aku thawaf di Baitullah, sementara aku telah ihram untuk haji." Maka Ibnu Umar menjawab, "Lalu, apa yang menghalangimu untuk melakukannya?" Laki-laki itu berkata, "Sesungguhnya saya melihat Ibnu Fulan membencinya, dan Anda lebih kami sukai daripada dia. Kami melihat bahwa ia telah termakan oleh fitnah dunia." Ibnu Umar kemudian berkata, "Siapakah di antara kalian yang tidak termakan oleh fitnah dunia?" kemudian ia berkata lagi, "Kami telah melihat Rosulullah shallAllohu 'alaihi wasallam berihram untuk haji, kemudian beliau thawaf di Baitullah dan Sa'i antara Shafa dan Marwa. Maka sunnah Alloh dan sunnah Rosul-Nyalah yang lebih berhak untuk diikuti daripada sunnah si Fulan, jika kamu benar-benar seorang yang Shadiq (jujur)."[19]
Kedudukan Hadis Terhadap Alquran
1.Pensyarah
Hadis merupakan pensyarah Alquran seperti yang diungkapkan ayat Alquran suroh 16: 44 (an-Nahl)
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
44. keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Alquran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,[20]
[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Alquran.
Tugas Nabi adalah menjelaskan isi Alquran contohnya peraktek solat, bacaan dan tata tertibnya.
2.Pembuat Hukum
Alloh swt. menerangkan bahwa Nabi Muhammad saw. pembuat legislatif hukum dalam Islam untuk menetapkan hukum yang ada dalam Alquran dalilnya 7:157 ( al-A’rof)
tûïÏ%©!$# cqãèÎ7Ft tAqß§9$# ¢ÓÉ<¨Z9$# ¥_ÍhGW{$# Ï%©!$# ¼çmtRrßÅgs $¹/qçGõ3tB öNèdyYÏã Îû Ïp1uöqG9$# È@ÅgUM}$#ur NèdããBù't Å$rã÷èyJø9$$Î/ öNßg8pk÷]tur Ç`tã Ìx6YßJø9$# @Ïtäur ÞOßgs9 ÏM»t6Íh©Ü9$# ãPÌhptäur ÞOÎgøn=tæ y]Í´¯»t6yø9$# ßìÒtur öNßg÷Ztã öNèduñÀÎ) @»n=øñF{$#ur ÓÉL©9$# ôMtR%x. óOÎgøn=tæ 4 úïÏ%©!$$sù (#qãZtB#uä ¾ÏmÎ/ çnrâ¨tãur çnrã|ÁtRur (#qãèt7¨?$#ur uqZ9$# üÏ%©!$# tAÌRé& ÿ¼çmyètB y7Í´¯»s9'ré& ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÎÐÈ
157. (yaitu) orang-orang yang mengikut Rosul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka[574]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Alquran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.[21]
[574] Maksudnya: dalam syari'at yang dibawa oleh Muhammad itu tidak ada lagi beban-beban yang berat yang dipikulkan kepada Bani Israil. Umpamanya: mensyari'atkan membunuh diri untuk sahnya taubat, mewajibkan kisas pada pembunuhan baik yang disengaja atau tidak tanpa membolehkan membayar diat, memotong anggota badan yang melakukan kesalahan, membuang atau menggunting kain yang kena najis.
Contohnya penentuan Azan, iqomah dan doa-doa dalam ibadah, jika tidak ada doanya maka doanya secara umum basmalah. Jadi ibadah adzan yang dibuat Rosul lafadznya untuk menjelaskan kepada umat jangan ditamabah dan dikurangi baik bacaan dan kalinya, demikian juga panjang dan pendeknya wajib disesuaikan ilmu tajwid, baik pada solat jumuah dan solat fardu lainnya.Perintah adzan saatu kali pada solat jumu’ah dalilnya sebagai berikut, suroh al-Jumu’ah ayat 9:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) ÏqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqt ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) Ìø.Ï «!$# (#râsur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºs ×öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ
9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Alloh dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
[1475] Maksudnya: apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggakan semua pekerjaannya
Komentar
1. Adzan jum’at ada maka seluruh kerja wajib ditinggalkan kecuali ada udzur syar’iat
2. Makanya adzan jum’at 1 kali saja dalm Alquran maka sulit menerima 2 kali
3. Wanita yang tidak ada udzur syariat tentu wajib solat jum’at seperti sakit, diopname, musafir, tertidur, sungai membesar dia tidak bisa seberang, hujan lebat, keamanan terganggu, terlupakan karena sibuk kerja dan mengurus anak kecil dan lainnya.(dengan kata lain udzur laki-laki sama dengan udzur wanita untuk solat jum’at), dengan analisis wanita dihimbau sangat ikut solat ‘idain dan solat mustahab lainnya
4. Jadi wanita Indonesia tidak solat jum’at disebabkan pemahaman dari zaman Belanda di mana Belanda takut, jika wanita ikut solat dan mendengarkan khutbah wanita Indonesia akan pintar
5. Jika pintar tentu anaknya akan pintar, jika anak pintar maka rakyat Indonesia tidak bisa dibodoh-bodohi lagi atau lama dijajah
6. Maka hasilnya 3,5 abad Belanda menguasai Negara Indonesia
7. Terbuti setelah ada bangsa Indonesia belajar ke negara Arab maka lahirlah ulama Islam sekaligus mendirikan Partai Islam memperjuangkan kemerdekaan
8. Herannya wanita ikut solat ‘idain sementara solat jum’at tidak, pada hal umat Islam wajib belajar Islam minimal sekali seminggu mendengarkan khutbah, tentu wanitapun wajib menuntut ilmu
9. Kenapa yang 2 kali saja yang mau setahun,robahlah pemahaman itu maka ikutlah solat jum’at berkelanjutan
3. Teladan bagi Masyarakat Umum
Dalilnya QS 33:21( al- Ahzab)
zôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
21. Sesungguhnya telah ada pada Rosulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Alloh dan (kedatangan) hari pinis dan Dia banyak menyebut Alloh.[22]
Komentar
1. Maksud uswatun hasanah adalah menjadikan Alquran dan hadis bacaan dan menjadikannya mata pelajaran setiap hari sampai perguruan tinggi baik S-1, S-2 dan S-3
2. Menjadikan Alquran dan hadis sebagai aturan negara
3. Materi dakwah harus Alquran dan hadis
4. Wajib Dipatuhi atau ditaati dalilnya:
1.QS 4:64 ( an-Nisa’)
!$tBur $uZù=yör& `ÏB @Aqß§ wÎ) tí$sÜãÏ9 ÂcøÎ*Î/ «!$# 4 öqs9ur öNßg¯Rr& Î) (#þqßJn=¤ß öNßg|¡àÿRr& x8râä!$y_ (#rãxÿøótGó$$sù ©!$# txÿøótGó$#ur ÞOßgs9 ãAqß§9$# (#rßy`uqs9 ©!$# $\/#§qs? $VJÏm§ ÇÏÍÈ
64. dan Kami tidak mengutus seseorang Rosul melainkan untuk ditaati dengan seizin Alloh. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya[313] datang kepadamu, lalu orang yang zalim memohon ampun kepada Alloh, dan Rosulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Alloh Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.[23]
[313] Ialah: berhakim kepada selain Nabi Muhammad s.a.w.
2.QS 3:32 ( Ali ‘Imron)
ö@è% (#qãèÏÛr& ©!$# ^qß§9$#ur ( bÎ*sù (#öq©9uqs? ¨bÎ*sù ©!$# w =Ïtä tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÌËÈ
32. Katakanlah: "Ta'atilah Alloh dan Rosul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang kafir".[24]
3.QS 3:132 (Ali ‘Imron)
(#qãèÏÛr&ur ©!$# tAqß§9$#ur öNà6¯=yès9 cqßJymöè? ÇÊÌËÈ
132. dan taatilah Alloh dan Rosul, supaya kamu diberi rahmat.[25]
4.QS 4:59 ( an-Nisa’)
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqß§9$# Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrãsù n<Î) «!$# ÉAqß§9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºs ×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's? ÇÎÒÈ
59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Alquran) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.[26]
Komentar
1. Mentaati Alloh dan Rosul wajib berdasarkan Alquran dan hadis
2. Mentaati pemimpin syaratnya jika pemimpin itu masih taat kepada Alloh dan Rosul
3. Jika tidak atau maksiat maka tidak boleh mengikuti pemimpin yang durhaka kepada Alloh dan Rosul
5.QS ( an-Nisa ) 4: 65
xsù y7În/uur w cqãYÏB÷sã 4Ó®Lym x8qßJÅj3ysã $yJÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO w (#rßÅgs þÎû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøÒs% (#qßJÏk=|¡çur $VJÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ
65. Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.[27]
Komentar
1. Jika hakim memutuskan perkara dengan menjelaskan dalil Alquran atau hadis maka terima
2. Minimal putusan itu tidak bertentangan dengan Alquran dan hadis
6.QS ( al-Hasyar) 59:7
!$¨B uä!$sùr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu ô`ÏB È@÷dr& 3tà)ø9$# ¬Tsù ÉAqß§=Ï9ur Ï%Î!ur 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ös1 w tbqä3t P's!rß tû÷üt/ Ïä!$uÏYøîF{$# öNä3ZÏB 4 !$tBur ãNä39s?#uä ãAqß§9$# çnräãsù $tBur öNä39pktX çm÷Ytã (#qßgtFR$$sù 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇÐÈ
7. apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Alloh kepada RosulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Alloh, untuk Rosul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rosul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Amat keras hukumannya
Komentar
Putusan hukum sebaiknya
- Tidak tergantung terhadap penerimaan masyarakat tetapi yang diberlakukan adalah kehendak Alloh swt.
- Bukan tergantung pada opini ahli hokum
- Bukan tergantung pada pakar hukum yang ada
- Bukan tergantung pada pendiri aliran atau mazhab yang ada
Tahammul wa al-ada’
Istilah Cara Mempelajari Hadis
1. Sama’ maksudnya guru membacakan hadis di depan murid
2. ‘Arodh maksudnya murid membacakan hadis yang didapatinya dari guru yang lain di depan gurunya
3. Ijazah maksudnya seorang guru memberi izin kepada muridnya untuk meriwayatkan buku hadis yang dia buat tanpa membacakan lagi hadis yang ada pada buku itu secara detail
4. Munawalah maksudnya seorang guru memberikan materi hadis yang tertulis untuk diriwayatkan kepada yang lain
5. Kitabah maksudnya menulis hadis kemudian disuruhnya murid untuk diriwayatkan atau diajarkan
6. I’lam maksudnya memberikan pengumuman untuk diriwatkan hadis yang ia tulis
7. Washiyah maksudnya seorang guru mewariskan bukunya untuk diriwayatkan kepada orang lain
8. Wajadah maksudnya seseorang mendapatkan kitab hadis tetapi dia tidak kenal siapa punya kitab tersebut
Lambang Periwayatan
1. حدثنا haddasana disingkat kadang dengan ثنا atau نا saja ‘ ia menceritakan kepada kami atau kepadaku jika ada ya mutakallim cara ini dipakai dalam cara pertama atau metode sama’
2. أخبرنا akhbarona disingkat dengan أنا atau أرنا ‘ ia mengkhabarkan kepada kami atau kepadaku jika ada ya mutakallim dipakai dalam metode yang kedua atau ‘Arodh
3. أنبأنا anbaana lambang ini dipakai pada metode ijazah dan munawalah dan terkadang ada lambang حدثنا اجازة untuk metode munawalah
4. سمع sami’a lambang ini khusus dipakai pada metode pertama yaitu sama’
5. عن ‘an mungkin terpakai dalam semua metode periwayatan
Analisis
1. Lambang periwayatan ‘an yang hampir semua terpakai pada semua metode periwayat yang 8 di atas menggambarkan bahwa lambang ini bukan lamabang yang indikasinya lemah.
2. Apabila diperhatikan hampir semua sanad suatu matan memakai lambang ini, pada umumnya pada tingkat sahabat dan tabi’in
3. Kenapa para mukhorrij mendapatkan lambang ini, jawabannya disebabkan pada zaman sahabat banyak hadis yang didapati dengan metode 3 s.d 8, sedangkan lambang 1 s. d. 4 dipakai metode 1 dan 2 dan ini banyak terjadi pada zaman Rosul kepada sahabat dan tabi’ tabi’in
4. Pada zaman Rosul metode yang dipakai yang pertama ( karena belum ada hadis yang sudah tertulis lengkap masih dalam pembentukan adanya hadis sebagai penjelas Alquran) sedangkan metode yang kedua dipakai pada zaman tabi’ tabi’in dan Syaikh atau guru para mukhorrij atau perowi terakhir atau pembuku hadis seperti Kutub Tis’ah atau kitab yang 9 dan kitab setelahnya ( karena sudah banyak murid yang memiliki hadis untuk dibacakan di depan Gurunya)
5. Makna ‘an jangan dimaknai hanya dalam periwayatan lisan tetapi harus dipahami dalam periwatan tertulis [28]
Tingkatan lafaz tingkatan kesohihan sanad ( menurut Ibn Hajar al-‘‘Asqolqnii
1. Sahabat
2. Tsiqotun tsiqotun autsaqun nas ( orang yang paling terpercaya)
3. Tsiqitun Mutqinun ( terercaya dan taqwa)
4. Shoduq ( pembenar) lambang hadis Hasan lidzatih
5. Shoduq yahim (pembenar dan terkadang melakukan kesalahan)
6. Maqbul (diterima) jika dibenarkan ulama lainnya disebut layyin lemah lembut)
7. Majhul hal ( seorang sanad tidak dapat dibuktikan integritasnya)
8. Do’if ( ulama lain mengomentarinya lemah atau ada yang negatifnya)
9. Majhul ( tidak dikenal kecuali hanya seorang ulama saja)
10. Fasiq (sanad yang banyak melakukan kesalahan)
11. Muttaham bilkazab ( sanad yang sering mengada-ada atau tertuduh mengadakan dusta atau kebohongan)
12. Kazzab ( pembohong atau Waddo’ ( pemalsu atau pengada-ada)[29]
[1] Q.S. al-Baqoroh,2:129
[3] QS. ( al-Qolam) 68:44
[4] Kitab 9 Imam Hadist. Sumber Kitab Ad-Darimi,
KitabKitabMukaddimah Bab : Meneladani para 'ulama No. Hadist : 232 , Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[5]QS ( al-An’am), 6:68
[6] QS. ( at-Tahrim) 66:3
[7] Kitab 9 Imam Hadist: Sumber : Kitab Ahmad: Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits Bab : Musnad Jabir bin Abdullah Radliyallahu ta'ala 'anhu No. Hadist : 14265, Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[8] Kitab 9 Imam Hadist. Sumber : Kitab Bukhari : Hadits-hadits yang meriwayatkan tentang para Nabi Bab : Bani Israil No. Hadist : 3197, Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[9] Kitab 9 Imam Hadist: Sumber : Kitab Bukhari : Berpegang teguh terhadap kitab dan sunnah Bab : Sabda nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam: "Sungguh kalian akan mengikuti jejak-jejak orang sebelum kalian" No. Hadist : 6775, Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[10] Kitab 9 Imam Hadist: Sumber : Kitab Muslim: Ilmu Bab : Mengikuti kebiasaan Yahudi dan Nashara No. Hadist : 4822, Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[11] Kitab 9 Imam Hadist: Sumber : Kitab Ibnu
Majah : Fitnah
Bab : Perpecahan umat No. Hadist : 3984, Lidwa
Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[12] Kitab 9 Imam Hadist: Sumber : Kitab Ahmad: Sisa Musnad sahabat yang banyak meriwayatkan hadits Bab : Musnad Abu Hurairah Radliyallahu 'anhu No. Hadist : 7990, Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[13] QS. Al-Ahzab,(33):38
[14] QS. Al-Ahzab,(33): 62
[15] QS. Al-Mukmin,(40): 85
[16] QS. Al-Fatah,(48):23
[17]Kitab 9 Imam Hadist: Sumber : Kitab Bukhari
: Hajji
Bab : Menyembelih sebelum mencukur rambut No. Hadist : 1609, Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[18] Kitab 9 Imam Hadist: Sumber : Kitab Bukhari
: Hukum-hukum
Bab : Bagaimanan Imam membaiat orang-orang. No. Hadist : 6663, Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[19] Kitab 9 Imam Hadist: Sumber : Kitab Muslim: Haji Bab : Orang yang berihram untuk haji apabila sampai ke Makkah harus thawaf dan sa'I No. Hadist : 2171, Lidwa Pusaka i-Software: www.lidwapustaka.com
[20] QS. an-Nahl, (16): 44
[21] QS . al-A’rof, (7):157
[22] QS .AL-al- Ahzab, (33):21
[23] QS .an-Nisa’, (4)::64
[24] QS . Ali ‘Imron, (3):32
[25] QS (Ali ‘Imron), 3:132
[26] QS ( an-Nisa’), 4:59
[27] QS an-Nisa’, 4: 65
[28] Muhammad Mustofa Azami,M.A., Ph.D.Metodologi Kritik Hadis, (Jakarta:Pustaka Hidayah,1977), h.37-49
[29] Ibid, h.99-101
No comments:
Post a Comment